Signifikansi Aksi Demo: Perspektif Intellegensia
Sebelum saya “kupas” implikasi demo bagi kecerdasan seorang mahasiswa. Ada pertanyaan dalam pemikiran beberapa orang yang sama dengan beberapa Sarjana S2 maupun S3. Pemikiran tersebut adalah “buat apa demo? Karena demo tidak ada manfaatnya, lebih baik belajar”. Itu adalah pemikiran para sarjana yang saat kuliah tidak pernah melakukan Aksi “Turun” ke jalan untuk melakukan Demonstrasi. Ingat, bedakan ikut melakukan Aksi Demonstrasi dengan ikut-ikutan demonstrasi. Akan tetapi jika kita analisa lebih lanjut demonstrasi dari segi implikasinya terhadap kecerdasan terhadap para peserta aksi demonstrasi, maka akan muncul sesuatu hal yang mengejutkan.
Tulisan ini mempergunakan metode mencari pengetahuan yaitu metode analitik a priori. Walaupun tidak melepaskan pengalaman penulis ketika mengikuti beberapa kali demonstrasi. Sehingga tulisan ini juga mempergunakan “sedikit” metode mencari pengetahuan metode analitik a posteriori.
Mengenai mencari pengetahuan dengan metode analitik a priori maupun metode analitik a posteriori tidak akan saya bahas ditulisan ini, mungkin pada tulisan atau kesempatan lainnya akan saya bahas. Oleh karena itu, fokus tulisan ini hanya akan membahas analisa peran aksi demonstrasi terhadap mempengaruhi kecerdasan seseorang. Diantara kecerdasan peserta demonstrasi yang berkembang yakni; kecerdasan linguistik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan spasial (Multiple Intelligences-Howard Gardner), kecerdasan emosional (Goleman), team-work, manajemen, komunikasi, leadership dan pengembangan strategi dan taktik.
“Seorang Intelektual tidak hanya cakap menggunakan pikirannya, tetapi mengendalikannya —Albert Camus”
Kecerdasan Linguistik
Diakui ataupun tidak, mahasiswa yang menjadi orator memiliki kecerdasan linguistik yang lebih tinggi dibanding mahasiswa umumnya. Sang orator mampu memilih komposisi diksi orasi yang tepat juga seimbang antara porsi penggunaan kata-kata pembangkit semangat serta emosi massa dengan porsi kalimat yang logis. Diksi emosional dan logis. Kemampuan orator membuat kalimat-kalimatnya yang diterima oleh akal dengan fakta-fakta yang benar serta akurat disandingkan dengan kecerdasan dia membangkitkan jiwa dan mampu “membangkitkan” emosi semangat bahkan ekstrimnya adrenalin peserta demo dengan kata-kata yang menggugah. Maka sang orator punya nilai lebih dari segi kecerdasan linguistik dibanding peserta demo apalagi mahasiswa yang SONTOLOYO- mahasiswa lemes, males dan loyo.
Sandra Witelson dalam penelitiannya (1982 & 1985), Ia menyebutkan Korpus Kalosum (Jembatan saraf antara dua belahan otak), terutama bagian Isthmus dan Splenium (dibelakang) cenderung lebih besar pada perempuan. Bagian-bagian ini berfungsi untuk menghubungkan kedua belahan otak yang berguna untuk menjamin ketepatan dan kecepatan pertukaran informasi antara dua belahan otak.
Simon Levay (1994) menguatkan penemuan Witelson, menurutnya keberadaan Korpus Kalosum dapat menerangkan mengapa ekspresi-ekspresi emosional perempuan lebih ekspresif dibandingkan laki-laki[1]. Levay dalam buku Taufiq Pasiak menjelaskan seseorang yang mampu mengembangkan bagian Korpus Kalosum lebih dapat membahasakan atau menceritakan apa yang ia rasakan (orang jujur). Lebih lanjut dijelaskan penyebabnya karena ia mampu menata kata dan kalimatnya secara teratur, memilih jenis kata (aspek linguistik) yang dapat melukiskan perasaannya, serta memilih intonasi dan aksentuasi tertentu yang mendukung emosinya (aspek paralinguistik).
Oleh karena itu, sang orator dalam sebuah aksi demo sangat cerdas dari segi linguistik. Kita harus memberanikan diri membandingkan sang orator cenderung lebih baik dibanding seorang pengajar yang biasa-biasa saja dalam mengajar layaknya seperti “burung beo” yang hanya menghafal materi ajar, kemudian menyampaikan pada murid dengan bahasa hafalan “Beo”. Burung beo diajarkan oleh tuannya sedangkan pengajar dibawah standar “diajarkan” oleh buku-buku materi ajar kemudian berbicara sesuai yang didengar maupun yang dilihatnya. Akan tetapi, berbeda halnya dengan orator ulung yang tidak hanya mampu menyampaikan fakta, namun ia mahir mengolah kata-kata menjadi sebuah Trigger (pemicu) sebuah ledakan emosi yang menyala-nyala bahkan membakar antusias pendengarnya. Bukanlah hal yang berlebihan, jika Anda akan sangat beruntung menjadi seorang orator dalam aksi demonstrasi. Karena mana ada demonstrasi setiap hari, kecuali demo masak he..he… Demonstrasi mampu mengasah kecerdasan linguistik seseorang sementara kesempatan mengikuti aksi demonstrasi sangat-sangat langka, bahkan dilarang dibeberapa kampus (lebih lanjut akan saya jelaskan mengapa dilarang).
Orang-Orang hebat termotivasi oleh keinginan untuk maju, bukan oleh keinginan untuk mengalahkan orang lain – Ayn Rand (Novelis Amerika kelahiran Rusia)
Berkembangnya kecerdasan Intrapersonal dan Interpersonal
Pada tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Mahasiswa Titik” (baca di blog saya), secara eksplisit dijelaskan sikap sikap peduli mampu mempengaruhi ilmu pengetahuan. Sama halnya dengan demonstrasi yang Anda rancang ataupun Anda ikuti, sikap peduli memainkan perannya dalam terlaksananya demonstrasi. Dan apabila kita tarik persamaan dari kecerdasan Intrapersonal dan Interpersonal maka sikap peduli merupakan sikap yang mesti ada dalam meningkatkan kedua kecerdasan tersebut.
Sikap peduli terhadap diri sendiri akan mempengaruhi kecerdasan intrapersonal seseorang. Sedangkan sikap peduli terhadap orang lain akan mempengaruhi kecerdasan interpersonal seseorang. Maka dapat disimpulkan persamaan yang mendasar dari kedua kecerdasan tersebut di atas adalah sikap peduli. Sikap peduli adalah suatu perbuatan maupun reaksi dari suatu stimulus yang meningkatnya perhatian atau pikiran.
Demonstrasi itu sendiri merupakan perbuatan atau sebuah aksi dari suatu stimulus untuk menyelesaikan masalah yang mengganggu pikiran atau perasaan dari banyak orang yang peduli. Sikap peduli terhadap lingkungan sekitar tidak akan menjadi sebuah aksi demonstrasi apabila tidak ada sikap berani dan komunikasi dengan sesama orang yang merasa peduli. Sikap berani untuk berkumpul (Interpersonal) dan berani mengeluarkan pendapat (Inrapersonal) bisa dikembangkan dalam sebuah demonstrasi.
Pada hari ini, tidak semua orang punya keberanian atau rasa percaya diri (Intrapersonal) untuk mengungkap rasa peduli yang mereka rasakan. Akan tetapi, beda halnya dengan seseorang yang mengikuti demonstrasi, cenderung memiliki rasa percaya diri dan keberanian untuk mengungkapkan ide, gagasan, rasa yang sama-sama terkumpul dalam suatu kelompok massa. Untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dalam suatu massa juga membutuhkan interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Hal tersebut juga mempengaruhi kecerdasan interpersonal. Sikap peduli mempengaruhi Kecerdasan dalam memahami persamaan apa yang dirasakan diri sendiri (Intrapersonal) serta dengan yang dirasakan orang lain (Interpersonal). Jadi dapat disimpulkan, seorang mahasiswa yang mengikuti demonstrasi perlahan-lahan namun pasti dapat mengenali potensi diri, meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri. Demikian juga halnya dengan empati dan interpersonal pada seseorang mahasiswa atau peserta demo akan mengalami peningkatan.
Persahabatan bukanlah pelajaran yang bisa Anda dapatkan di sekolah. Namun, jika tidak mempelajari arti persahabatan, Anda pasti tidak akan mampu mempelajari apapun. –Muhammad Ali, Petinju Legendaris
Lanjutkan membaca “Signifikansi Aksi Demo: Perspektif Intellegensia”